PANGKALPINANG, BANGKA BELITUNG – Permohonan Persetujuan Evaluasi Tapak (PET) dari PT Thorcon Power Indonesia (TPI) untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berbasis molten salt reactor (MSR) di Pulau Kelasa, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dinyatakan belum memenuhi persyaratan teknis sesuai regulasi yang berlaku oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
Pernyataan tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Evaluasi (LHE) No. 00010/PI/03/2025 tanggal 21 Maret 2025, yang disampaikan melalui sistem perizinan daring BALIS. Dalam laporan itu, BAPETEN menyimpulkan bahwa dokumen Program Evaluasi Tapak (PET) dan Sistem Manajemen Evaluasi Tapak (SMET) yang diajukan PT TPI dinyatakan tidak memenuhi persyaratan.
BAPETEN menegaskan bahwa PT TPI wajib melakukan perbaikan terhadap dokumen-dokumen yang diajukan sebelum dapat melanjutkan proses perizinan pembangunan PLTN. Evaluasi dilakukan untuk memastikan keselamatan instalasi serta perlindungan terhadap masyarakat dan lingkungan, sesuai prinsip pengawasan ketat dalam teknologi nuklir.
BAPETEN berharap, melalui pembahasan hasil evaluasi ini, dapat tercapai keselarasan pemahaman terhadap persyaratan teknis serta komitmen perbaikan yang tepat dari pihak PT TPI.
Sementara mendengar kabar ini, Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Pahlivi Syahrun mengatakan, jika kajian terkait Tapak PLTN tersebut memang belum tuntas.
Pahlivi juga menegaskan, bahwa hingga saat ini dirinya menolak hadirnya PLTN di Pulau Kelasa lantaran belum adanya bukti satu tempat pun di Indonesia ini yang dipastikan‘aman’ dari hadirnya pembangunan PLTN.
“Sedari awal saya pribadi atau sebagai perwakilan masyarakat dapil Bangka Tengah tidak setuju Tapak PLTN itu ada di Pulau Kelasa, yang berada di antara Desa Perlang, Lubuk Besar dan Beriga. Karna pertama, kajian mendalam terkait tapak PLTN itu belum tuntas,” kata Anggota DPRD Babel Dapil Bangka Tengah ini, ketika dikonfirmasi Berita CMM, Jumat (25/04/2025).
Kemudian tidak ada satu bukti tempat di Indonesia ini yang sudah dilaksanakan PLTN itu dengan aman, jadi tidak ada refrensi lokasi yang sudah dilaksanakan PLTN baik oleh PT Thorchon atau institusi lain terkait PLTN ini,” sambung Pahlivi.
Alasan lain, Pahlivi menilai, bahwa Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) dan Pemerintah Daerah Bangka Tengah juga telah menetapkan sekitar laut di Pulau Kelasa sebagai salah satu kawasan konservasi.
Maka dari itu, Politisi Gerindra ini meminta kawasan konservasi Pulau Kelasa dapat dijaga lantaran yang menetapkan tersebut adalah institusi negara.
“Disebut kawasan konservasi karna memiliki keunikan, di Pulau Kelasa itu ada terumbu karang purba yang harus dilindungi, kemudian ada biota-biota laut yang hidup dan berkembangmya ada dikawasan itu sehingga itu menjadi iconic dan unik karna ditempat lain gak ada, karna setiap daerah memiliki keunikankannya masing-masing,” jelas dia.
Oleh karna itu kawasan konservasi yang ditetapkan oleh KKP, maupun Perda konservasi yang ditetapkan Pemkab Bangka Tengah ini harus dijaga karna yang menetapkan ini institusi negara,” tambahnya lagi.
Disamping itu, Pahlivi berharap BAPETEN tidak hanya meninjau teknis pada Tapak PLTN PT Thorcon Power Indonesia (TPI), namun juga haruslah memperhatikan regulasi yang ada guna melindungi kawasan tersebut.
“Saya sebagai perwakilan rakyat meminta kepada institusi negara yang lain, BAPETAN, Kementerian ESDM atau Komisi XII DPR RI betul-betul memperhatikan aspirasi rakyat yang sudah tertuang didalam regulasi, baik Perda konservasi Pulau Kelasa, dan kawasan konservasi yang telah ditetapkan oleh KKP,” pungkasnya. (*)
Sekedar Informasi
Pulau Gelasa atau Pulau Gaspar diperkirakan berada di lembah purba, seberang Tanjung Berikat, Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung. Lembah yang kini menjadi perairan dengan kedalaman belasan hingga puluhan meter ini, menjadi situs belasan kapal karam tua dan wadah mineral plaser dan tanah jarang [rare earth].
Berdasarkan teori Sundaland, Pulau Gelasa merupakan salah satu wilayah tinggi [bukit] di wilayah savana Sundaland yang membentang 1,8 juta kilometer persegi [Teluk Thailand, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Jawa, Sumatera, Laut Jawa, serta sejumlah wilayah di Laut China Selatan]
Pulau Gelasa yang luasnya 220,83 hektar, dikeliling terumbu karang seluas 125 hektar.
Sebagian pantainya menampilkan terumbu karang purba, yang selama ini tersimpan di dalam daratan. Akibat naiknya permukaan air laut, terjadi pengikisan pantai yang memunculkan terumbu karang purba tersebut.
Karang yang diduga jenis acropora atau anacropora, yang selama ini tidak ditemukan di perairan Pulau Bangka dan Pulau Belitung, ditemukan di sini. Jenis ini tersebar di pusat Indo-Pasifik, Asia Tenggara, Kepulauan Solomon, Jepang, Laut Cina Timur dan Samudra Pasifik Barat, serta di Rodrigues dan Kepulauan Andaman.
Perjalanan menuju Pulau Gelasa dari Desa Batu Beriga, Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, dengan mengarungi Selat Gelasa yang warnanya variasi: hijau, biru, biru muda, biru, biru tua, dan biru muda. Perbedaan warna tersebut menandakan kedalaman lautnya, dari belasan hingga puluhan meter.
Perjalanan di Selat Gelasa seperti terbang di atas sebuah perbukitan, yang tenggelam ribuan tahun lalu.
Setelah tiga jam mengarungi Selat Gelasa menggunakan kapal nelayan jaraknya sekitar 31 kilometer dari Pulau Bangka [Tanjung Berikat], Pulau Gelasa yang luasnya 220,83 hektar terlihat. Seperti sebuah puncak gunung diapit dua bukit yang muncul dari permukaan laut.
Pulau Gelasa berada di kawasan Laut China Selatan yang masuk wilayah Kepulauan Bangka Belitung, dan berada di muara [barat] Selat Gaspar.
Masyarakat lokal, baik di Bangka Selatan dan di Pulau Belitung, menyebut pulau tersebut dengan nama “Pulau Kelasa”, yang artinya bonggol ditekuk atau punggung binatang. Dari jauh, pulau ini terlihat seperti bonggol yang ditekuk. Redaksi.