SUARAMELAYU.CO.ID, PANGKALPINANG —wakil Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Beliadi, menyebutPT. Timah Tbk lakukan penyimpangan harga yang merugikan masyarakat kecil di tengah melambungnya nilai komoditas tersebut di pasar global. Senin, (22/12/2025)
Pasalnya, Beliadi menilai harga timah dunia yang melonjak hingga menyentuh di angka 43.000 USD per metrik ton. Hal ini dinilai tidak berbanding lurus dengan harga beli di tingkat penambang lokal Bangka Belitung.
Selain itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menyebut ketimpangan harga ini sebagai bentuk ketidakadilan nyata yang merugikan masyarakat kecil.
Beliadi memaparkan hitungan logis bahwa dengan posisi harga dunia saat ini, PT Timah Tbk maupun pihak smelter seharusnya mampu menyerap timah masyarakat di atas Rp450.000 per SN.
Namun, realita di lapangan justru berbanding terbalik; masyarakat dilaporkan hanya menerima harga di kisaran Rp300.000 per SN, bahkan di beberapa titik penampung, harga beli terpuruk hingga di bawah Rp200.000 untuk kategori non-SN.
“Dengan harga timah dunia hampir 43.000 USD, harga beli di masyarakat itu sudah sangat tidak wajar. Selayaknya PT Timah dan smelter membeli timah masyarakat di atas Rp450.000 per SN. Ini jelas perlakuan yang tidak adil,” tegas Beliadi.
Ia menilai PT Timah yang telah diberikan hak kuasa penambangan dan perlindungan luar biasa oleh negara, seharusnya tidak “mencekik” harga timah masyarakat dengan membeli pada harga serendah-rendahnya.
“Sudah diberi hak yang luar biasa, perlindungan yang luar biasa, tapi harga di masyarakat justru dicekik. Ini sangat tidak berkeadilan,” ujarnya.
Beliadi berharap dalam satu hingga dua hari ke depan terdapat perubahan nyata terhadap harga beli timah di tingkat masyarakat.
Ia juga mengingatkan agar jangan sampai PT Timah justru membukukan laporan kerugian di tengah selisih harga yang sangat besar antara harga dunia dan harga beli di masyarakat.
“Kalau dengan margin sebesar ini PT Timah masih melaporkan rugi, maka patut diduga ada masalah serius di internal perusahaan. Ini perlu diselidiki kembali, karena bisa saja terjadi praktik-praktik korupsi di dalamnya,” kata Beliadi.
Menurutnya, kondisi penambang saat ini sangat berat. Selain timah yang semakin sulit didapat, biaya operasional terus meningkat, mulai dari harga BBM yang tinggi, jarak tempuh yang semakin jauh, hingga hasil yang tidak sebanding dengan usaha.
“Sekarang nyari timah 1–2 kilo saja sudah susah. Biaya besar, hasil kecil, harga masih dijepit. Kalau begini terus, lama-lama masyarakat penambang bisa mati,” ungkapnya.
Beliadi pun meminta PT Timah untuk lebih membuka hati dan menggunakan rasa dalam menjalankan bisnisnya dengan masyarakat Bangka Belitung.
“Jangan mentang-mentang BUMN lalu beli timah seenaknya ke masyarakat, apalagi selalu mengatasnamakan Presiden. Saya yakin Presiden juga tidak tahu kondisi di bawah seperti ini jangan-jangan pt timah melaporkan yang berbede ke presiden , Yang saya tahu sebagai kader Presiden ingin keadilan dan keuntungan bagi masyarakat, demi kemakmuran rakyar Babel , tapi itu tidak dirasakan masyarakat penambanh timah di Babel hari ini, keuntungan itu di manfaatkan PT Timah hanya untunya belum untuk masyarkat Babel,” pungkasnya. (*/Redaksi/JB 007 Babel)












