Edi Irawan, Mau Digugat Semua?

Bangka Belitung188 Dilihat

Opini

Oleh: Sulai

SUARAMELAYU.CO.ID, BANGKA BELITUNG — Diam-diam rupanya Pemprov Babel, dan sejumlah instansi di lingkungan Pemprov digugat ke Komisi Informasi (KI) Babel, bahkan ke PTUN. Soal apa? terkait informasi publik. Siapa penggugatnya? Edi Irawan.

Gugatan demi gugatan itu bergulir baik di KI maupaun di PTUN. Spesifiknya yang dia gugat salah satunya soal keinginan untuk mendapatkan salinan naskah akademik RZWP3K.

Gugatan ini nyaris dari perhatian publik. Hanya ada satu atau dua media online yang rutin memuat proses gugatan itu, termasuk opini atau tulisan lepas yang tentu saja ditulis Edi, lengkapnya Edi Irawan, ST.

Tak juga menjadi perbincangan warga di warung-warung kopi, setidaknya di tempat saya ngopi. Kalau di warkop lain tak tahu kita.

Apalagi ada banyak peristiwa yang menarik perrhatian masyarakat. Sehingga barangkali meneggelamkan isu atau narasi yang coba dibangun atas gugatan itu. Atau barangkali memang tidak menarik.

Bagi masyarakat awan, macam saya ini, ah apa pentingnya lembaran-lembaran kertas yang difoto copy itu? Jangankan naskah-naskah foto copyan macam itu, foto copy duit pun tak tertarik.

Dalam narasi di satu dua media online yang rutin memuatnya itu, yang juga link berita dan opini yang juga dishare di FB Edi Irawah, begitu gegap gempita, begitu heroismenya.

Link artikel media online yang di bagikan di facebook dengan teman sekitar 1.178 itu, tampak hanya satu dua yang berkomentar dan me-like.

Narasi yang dibangun satu dua media online itu, lebih banyak sepihak, menghakimi dan diduga kuat tanpa verifikasi. Jadi indikasi trial by the press.

Belakangan bermunculan media yang kerap memuat narasi antara fakta, opini bahkan tuduhan menjadi satu. Jadi kalau mau disebut sebagai karya jurnalistik-yang baik, sesuai dengan kaidah serta taat pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ), jauh panggang dari api. Hal ini menjadi persoalan tersendiri di dunia pers nasional.

Padahal karya jurnalistik yang baik harus sesuai fakta, terverifikasi, berimbang dan mentaati KEJ. Belum lagi sesuai SPOK. Kalau straight news, struktur kalimat harus piramida terbalik.

Ini hal paling elementer atau sangat sangat dasar sekali bagi seorang wartawan. Sudah harus khatam atau dikuasai pada saat masih pemula atau wartawan baru.

Nah, ke.bali ke gugat menggugat. Siapa sebenarnya Edi Irawan yang “berjuang meminta keadilan” begitu kesimpulan dari narasi.

Dari akun Facobook @Edi Irawan, tertulis lahir tahun 1992, alumni Fakultas Teknik UBB. Dari foto-foto yang diunggah, tampak aktivitas bor mengebor sumber air tanah di sejumlah lokasi di Babel. Termasuk di Kanwil Kemenag Babel.

Selain aktivitas yang berkaitan dengan bor mengebor itu, dari artikel di media online dan fotonya, dia adalah pengurus Partai Demokrat atau tepatnya Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Partai Demokrat. Namun tak dituliskan apakah Partai Demokrat Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan atau Desa.

Nah balik lagi soal keterbukaan informasi publik. Saya kira semua sependapat soal itu. Apalagi, dalam pelayanan kepada masyarakat selama ini sudah berjalan baik. Dalam artian secara proporsional tak ada masalah soal layanan keterbukaan informasi publik.

Bahkan pemerintah daerah, termasuk OPD berlomba menyampaikan hal ikhwal informasi lewat berbagai saluran agar diketahui publik.

Tentu saja, yang berguna atau informasi yang diperlukan masyarakat. Kalau tak berguna atau tak diperlukan untuk apa pula. Selain itu, terkait informasi tertentu, sudah barang pasti sesuai kebutuhan dengan tata cara tertentu pula untuk memerolehnya.

Memang harus kita akui, masih terdapat hambatan agar keterbukaan informasi publik bisa dilaksanakan secara utuh. Proses administrasi, aturan, waktu, bahkan ada infoŕmasi yang butuh penjelasan tambahan atau lanjutan agar tidak disalah gunakan atau salah tafsir. Proses ini berjalan secara evolutif.

Tentu tidak sesederhana yang kita duga. Proses pendokumentasian kita aja belum semuanya secara digital. Jadi hambatan-hambatan teknis hampir terjadi di banyak instansi pemerintah, BUMN maupun swasta.

Contohnya hasil audit BPK. Dulu dengan mudah diambil atau didownload di laman resmi BPK, siapun bisa dengan mudah memerolehnya. Namun akhirnya disetop. Kemudian keperluan data tersebut harus mengajukan permohonan secara resmi dengan bersurat, dari lembaga mana, keperluannya untuk apa dan lain sebagainya. Entah sekarang masih atau tidak?

Telisik punya selidik, ternyata data tersebut banyak disalahgunakan. Justru dimanfaatkan untuk melakukan tindak pidana pemerasan ke pihak yang terkait dengan hasil audit.

Contohnya ada uang proyek yang harus dikembalikan, atau misal proyek bor kelebihan bayar, tidak sesuai spek dan sebagainya. Hal ini dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Bahkan ada partai dan anggota legislatif yang juga kena “peras”. Hal ini lantaran berkaitan dengan penggunaan dana partai yang berasal dari APBD. Sedangkan anggota legislatif terkait dengan perjalanan dinas, tunjangan dan lain sebagainya.

Nah mengenai naskah akademik RZWP3K, sebagai petinggi Partai Demokrat, saya rasa tak sulitlah mendapatkan dokumen itu. Tinggal minta aja ke Fraksi Demokrat DPRD Babel. Beres itu.

Atau saya haqqul yakin Anggota DPRD Babel dari Partai Demokrat, memilikinya. Apalagi saya yakin mereka juga terlibat aktif dan kritis membahas naskah akademik RTRW atau rancangan Perda RTRW.

Kalau seandainya pihak UBB dalam penyusunan naskah akademik, juga pasti ada dokumen itu. Rasanya dokumen macam itu tak sulitlah. Toh dokumen biasa.

Maka sangat aneh rasanya kalau diera sekarang yang serba canggih dan banyak saluran untuk mencari atau mendapatkan informasi, justru kesulitan mendapat informasi.

Atau jangan-jangan kita memang puya kendala dalam berkomunikasi? Akibatnya orang lain lebih sering salah paham, ketimbang memahami apa yang kita maksud. Atau dinilai tidak penting.

Karena begini, ada orang dengan mudah sekali mendapatkan informasi dari katakanlah pejabat atau pihak instansi yang diakses. Namun sebaliknya, ada yang susah setengah mati. Nah ternyata cara atau pola berkomunikasi atau dengan pihak lain ikut memengaruhi hasil dari tujuan kita.

Bagaimana membangun komunikasi yang baik dan benar dengan pihak lain? Tentu ada ilmunya. Ada triknya. Salah satunya harus banyak “pikniklah.”

Kalau aktivis tulen itu biasa bekerja dalam senyap. Gak gampang mutungan. Tenang, terukur, tajam, berisi. Kalau heboh-hebohan itu biasanya artis atau orang yang kepengin jadi artis.

Saya yakin, semangat yang sedang diperjuangkan Edi, berangkat dari ketulusan. Apalagi barangkali sejumlah dokumen yang diminta seperti ke PUPR barangkali juga erat kaitannya dengan proyek atau pekerjaan yang dia geluti. Meski hingga kini, kitak tidak tahu apa pentingnya dokumen-dokumen itu dimiliki, dan apa pula untungnya bagi publik atau bagi 1,3 juta masyarakat Babel.

Terlepas dari semua itu, “Negeri Serumpun Sebalai” adalah negeri yang menjunjung etika, adab dan mengedepankan sikap santun.

Sikap bijaksana tercermin dari keseharian masyarakat Babel. Bahkan Universitas Bangka Belitung (UBB) sebagai salah satu perguruan tinggi kebanggaan Babel, memahat dengan sangat dalam dengan pahat keluruhan tagline “Unggul Membangun Peradaban.”

Tangline ini bukan hanya sekedar tulisan tanpa makna. Namun, UBB mentahbiskan diri untuk melahirkan manusia-manusia yang unggul, kritis namun tetap beradab.

Kampus yang pernah dipimpin salah satu putra terbaik Babel, Prof. Dr. Bustami Rachman, M.Sc yang kini didapuk menjadi Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Bangka Belitung, lahir dari perjuangan panjang Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, masyarakat dan berbagai tokoh serta elemen masyarakat Babel lainnya.

Maka tak salah kalau masyarakat juga bertanya, sebenarnya untuk kepentingan apa dan siapa dokumen/informasi yang digugat itu?
Apakah benar untuk kepentingan publik atau masyarakat banyak? Atau jangan-jangan hanya untuk kepentingan pribadi? Lalu seolah-olah untuk kepentingan publik? Mana kita tahu!

Yang pasti, hak warga negara untuk memeroleh informasi. Hal ini tercermin dalam Pasal 28F UUD 1945. Namun pasal dan penjelasannya harus dikutip utuh. Jangan sepotong-sepotong. Jadi harus paham ruh atau filosofi Pasal 28F atau mulai dari pasal 28A sampai pasal 28J, karena saling terkait.

Oleh karenanya, tak elok kalau sampai menggebyah uyah. Apalagi semua pihak bahkan sejumlah orang dianggap salah, bahkan sampai menyerang personal!

Lalu, kitalah merasa yang paling benar. Paling malaikat! Pecat pejabat ini, pecat pejabat itu, mereka tidak kompeten! Lha kalau semua pejabat sekarang di Pemprov Babel dianggap salah? Waduh! Apa ini? Persis seperti orang yang sedang kumur-kumur. Kalau begitu siapa yang layak jadi pejabat di Pemprov Babel ?

Saya jadi ingat kata pepatah lawas, “Raba dulu tegkuk kita”. Sudah sejauh mana kita ini berjalan?! Entahlah barangkali lupa pernah berjalan paling jauh kemana? (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *