SUARAMELAYU.CO.ID, | OPINI, PANGKALPINANG — Hak menyampaikan pendapat memang dijamin undang-undang. Namun kebebasan selalu datang dengan sebuah buntut: tanggung jawab. Di Bangka, orang menyebutnya sederhana saja—jangan asal nguap. Sebab nguapan tanpa data bisa berubah menjadi api kecil yang menjalar jadi keributan besar.
Inilah yang disorot Abie Ridwansyah, putra daerah Babel, ketika menanggapi pernyataan seorang bernama Raden Bambang, yang mengaku ketua sebuah LSM. Dalam unggahan Tiktok-nya, Raden Bambang menuding Gubernur Babel menerima kucuran kredit Rp500 miliar dari Bank SumselBabel untuk membiayai tambak udang. Tuduhan yang dibungkus sedap, tapi kosong data.
Abie menilai aksi itu bukan sekadar pencarian panggung, tetapi pertunjukan kedangkalan berpikir. Ia menyebut, setiap opini yang dilempar ke ruang publik seharusnya bertumpu pada data dan fakta, bukan asumsi atau bisik-bisik di emper kedai.
“Semua boleh bicara. Tapi dasarnya harus jelas. Kita bukan sedang bermain tebak lagu,” ujar Abie ketika ditemui di sebuah warkop Pangkalpinang, Jumat (14/11/2025).
Menurutnya, pola serampangan seperti itu hanya memperlihatkan seseorang sedang mencoba “menyenggol sana-sini” demi mendapat sorotan. Ia mengamati bahwa Raden Bambang kerap memosisikan diri seperti pakar Babel dadakan—padahal rekam jejaknya tak pernah muncul dalam diskusi maupun forum resmi.
Abie mengingatkan, jika seseorang mewakili organisasi, ekspresi pendapat mestinya disampaikan lewat cara yang tertib: surat resmi, konfirmasi data, dan proses administrasi yang semestinya. Bukan lewat unggahan Tiktok yang melempar dugaan tanpa fondasi.
“Saya juga aktivis LSM. Kalau ingin menyampaikan progres atau kritik, tahapannya jelas. Konfirmasi dulu, pegang data, baru bicara. Itu baru kerja benar,” katanya.
Pada bagian akhir, Abie memberikan pesan yang nadanya halus tapi isinya jelas: hormati adat, jaga etika, dan masuklah Bangka Belitung dengan kepala tenang, bukan dengan taring terjulur.
“Bangka ini negeri yang menjunjung sopan santun. Belajarlah membaca adat. Jangan memprovokasi. Kalau memang pintar, gunakan kepintaran itu untuk membangun,” tutupnya.
Opini liar bisa menyesatkan publik. Dan seperti biasa, di tengah kegaduhan, akal sehat adalah barang yang paling sering tersisih. Di sinilah masyarakat perlu lebih peka membedakan kritik yang berbasis data dengan ocehan yang hanya mengejar sensasi. Dari situlah demokrasi tumbuh sehat. Dari situlah publik tetap waras.
REDAKSI.







