Jejak Gelap Tambang Timah Ilegal di Babel: Dari Lapangan Hingga Meja Kekuasaan

SUARAMELAYU.CO.ID, BANGKA BELITUNG – Kedatangan pasukan bersenjata lengkap menggunakan pesawat Boeing 5743 AU ke Bandara Depati Amir awal pekan lalu, bukan sekadar pemandangan militer rutin. Publik mencium adanya operasi senyap yang disiapkan untuk mengacak-acak jantung bisnis tambang timah ilegal di Bangka Belitung.

Kini, pernyataan Ketua Satgas Nanggala PT Timah, Mayor Jenderal (Purn) Handy Geniardi, (13/9/2025) semakin menegaskan spekulasi itu. Ia menyebut adanya dugaan keterlibatan aparat dalam aktivitas tambang ilegal di wilayah izin usaha PT Timah.

“Puluhan aparat ada di lapangan,” ungkap Handy dalam forum resmi bersama DPRD Babel. Pernyataan singkat itu ibarat bom politik yang mengguncang, sebab selama ini aparat justru dipersepsikan sebagai garda depan penegakan hukum.

Skema Kolektor: Urat Nadi Bisnis Ilegal

Investigasi Satgas Nanggala menemukan bahwa jalur distribusi timah ilegal tak akan bisa bergerak tanpa peran kolektor. Mereka bertindak sebagai “bank berjalan” yang menampung hasil tambang ilegal dari lapangan, lalu menyetorkannya ke rantai pasok gelap.

Data Satgas menyebut ada 12 kolektor utama — delapan di Bangka dan empat di Belitung. Nama-nama itu sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung, lengkap dengan saksi. Namun, hingga kini, publik belum melihat penindakan yang signifikan.

Menurut sumber internal PT Timah, beberapa kolektor disebut-sebut memiliki kedekatan dengan oknum aparat dan pejabat lokal, sehingga sulit disentuh. Inilah yang menjelaskan mengapa meski operasi dilakukan berulang, jaringan kolektor tetap kebal dan justru makin besar.

Mafia Timah: Bisnis Bernilai Triliunan

Timah bukan sekadar komoditas tambang, melainkan urat nadi ekonomi gelap yang diperebutkan banyak pihak. Nilai ekonominya yang mencapai triliunan rupiah setiap tahun membuat bisnis ilegal ini tak hanya melibatkan penambang kecil, tetapi juga pemodal besar, makelar, hingga pengamanan berseragam.

Keterangan Direktur Utama PT Timah, Restu Widiyantoro, mempertegas hal itu. Menurutnya, upaya menertibkan kolektor ilegal selalu terbentur pada “kekuatan besar” yang membekingi mereka. “Ada kelompok yang jelas-jelas dibackup, dan itu di luar kekuatan kami,” ujarnya.

Pernyataan ini seakan menjadi pengakuan terbuka bahwa ada benturan kepentingan di balik penegakan hukum, sehingga upaya pemberantasan mafia timah sering berakhir setengah hati.

Operasi Satgas: Menembus Lingkaran Gelap

Kedatangan Satgas Halilintar dan Satgas Nanggala di Babel diyakini bukan operasi biasa. Informasi yang beredar menyebutkan, ada target-target spesifik yang tengah dipetakan, termasuk oknum aparat yang diduga terlibat langsung dalam pengamanan tambang ilegal.

Namun, publik masih bertanya-tanya: apakah operasi ini benar-benar akan menyentuh lingkaran dalam mafia timah, atau sekadar aksi tegas di permukaan untuk meredam tekanan publik?

Seorang aktivis lingkungan di Bangka Belitung menyebut, “Kalau satgas hanya berani menertibkan penambang di sungai dan kolong, tapi tidak menyentuh kolektor dan aparat yang jadi backing, semua ini hanya akan jadi sandiwara.”

Menunggu Keberanian Negara

Kini, bola panas ada di tangan pemerintah pusat, aparat penegak hukum, dan satgas gabungan. Jika keberanian menembus lapisan dalam mafia timah tidak ditunjukkan, Babel akan tetap terjebak dalam lingkaran tambang ilegal yang merusak lingkungan, menggerus keuangan negara, dan menumbuhkan oligarki baru.

Kedatangan Hercules dan pasukan satgas bisa jadi momentum emas, atau justru hanya menambah daftar panjang operasi yang gagal menyentuh inti masalah. (Abie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *